Saturday, September 16, 2006

Kisah para Romeo+Juliet jaman pasca perang

"...Can you imagine living in a civilized country and not having anything to do with the local people? It didn't take long for the GIs to get acquainted with the local folks...?"



Sewaktu lagi bosan sambil mencari2 acara tv yang bagus.. tiba2 terpaku pada satu film dokumentasi tentang sejarah pasca Perang Dunia II.. yaitu tentang Non-Fraternization Policy..

Non-Fraternization Policy merupakan suatu peraturan yang dikeluarkan Amerika terhadap tentara mereka yang berada di Jerman agar mereka tidak "berhubungan" dengan orang lokal setempat (alias orang Jerman).

Soal detailnya, bisa dilihat di sini atau di sini... atau cari aja di google ^^


Nah... yang namanya manusia.. mana bisa sih menjalankan peraturan seperti itu?
Gimana sih rasanya dilarang bergaul sama orang2 selain tentara yang ada di situ?
Apalagi... memang sudah kodratnya sebuah peraturan dibuat untuk dilanggar kan?


"... I don't remember if the non-fraternization policy was even lifted, but I do remember that it didn't work...."


Kalau gue gak salah ngerti, peraturan itu bahkan berlaku juga buat para tentara Inggris dan Perancis yang sedang menduduki Jerman Barat pada waktu itu..

Dan akhirnya gak sedikit pula yang jadi jatuh cinta terhadap gadis2 Jerman dengan berbagai macam alasan...Entah karena gadis jerman lebih bersih, lebih rapih, dan yang pasti lebih jago masak dibandingkan gadis2 di Amerika, Inggris, atau Perancis.. atau karena dibutakan oleh cinta..

Maka dimulailah kisah "Romeo and Juliet" .......

Mungkin di kalangan para tentara itu sendiri, pacaran dengan gadis jerman merupakan hal yang normal.. bahkan sang jendral pun tidak keberatan.. hanya saja, karena ini peraturan dari "atas", maka mereka tetap harus agak sembunyi2 dan pake bahasa sandi...

misalnya begini...

...di party besok Anda boleh mengundang sepupu Anda loh..
Sepupu?? sepupu saya yang mana?
Ehh... itu loh.. sepupu Anda yang itu....
Hah? saya gak ada sepupu di sini, Pak..
Maksud saya.... sepupu yang "ITU" tuh...
Ooohh... sepupu saya yang "itu"......

Hanya saja, peraturan tersebut tetap saja membuat mereka menjadi sulit (atau mustahil) untuk menikah dengan orang jerman...

Sewaktu peraturan itu (akhirnya) dicabut, keadaan mereka tidaklah menjadi lebih mudah. Ada satu tentara Inggris yang ingin menikah dengan orang jerman, malah disuruh pulang ke Inggris dengan alasan "liburan" dan dikasih waktu 48 hari untuk memikirkan kembali untuk menikah dengan si jerman atau tidak..

Kalau dia memutuskan untuk "menikah", maka dia bakal ditidakperbolehkan untuk kembali ke Jerman.. jadi intinya keadaannya gak beda sama ketika peraturan itu masih ada..

Ada yang mencoba untuk menikahi gadis idamannya dengan cara mengaku bahwa dia orang sipil, bukan tentara.. (katanya yang bukan tentara boleh2 aja menikah dengan si jerman).. tapi sayangnya ketahuan, dan akhirnya dia sempat masuk penjara gara2 itu... untungnya dia sempat menulis surat ke salah satu surat kabar.. dan karena berita ini disorot oleh media, maka gak lama kemudian dia dikeluarkan dari penjara..

Belum lagi ditambah dengan masalah keluarga.. keluarga si pria yang rata2 menentang keras, dan gak sedikit juga pertentangan terjadi di pihak keluarga wanita..


"... kenapa gak cari istri di sini saja?... "
begitulah kata2 para nyokap pada waktu itu..


Jadi, walaupun mereka berhasil menikah, penderitaan tidak berakhir... (malah makin bertambah karena masalah keluarga..)

sama aja kayak "Romeo and Juliet", akhirnya gak happy-ending kan??
gak ada deh kata "... and they live happily ever after...."


justru setelah mereka menikah dan sang suami membawa sang istri ke negara asalnya, penderitaan mereka menjadi lebih parah.... Apalagi awal2nya mereka masih tinggal di Taman Mertua Indah.. alias tinggal bareng sama orang tua sang suami beserta sanak saudaranya...

Yang suami dicap jelek karena membawa "musuh" pulang ke rumah...
Yang istri keadaannya lebih parah lagi... diperlakukan "dingin" oleh mertua dan ipar2nya, gak boleh ini-itu, dipandang rendah, dicela para tetangga atau orang2 yang tinggal di daerah situ, dan ditambah lagi dengan homesick yang akut...


"... waktu itu selama berminggu2 saya hanya bisa menangis...."


Memang.. masa adaptasi merupakan masa yang paling sulit.. ditambah status "orang asing" plus "musuh" yang bikin keadaan makin runyam...


"tapi... setelah kami punya anak, keadaan jadi lebih baik.. saya jadi disibukkan mengurus anak dan jadi tidak begitu homesick lagi.. "


Jadi.... mereka berhasil bertahan tuh... setidaknya akhirnya tidak setragis seperti "Romeo and Juliet"

kalo ngga, mana ada wawancara mereka di film itu.. (terlihat masih mesra dan bahagia walaupun sudah tua renta)


ok deh...

they really DO live happily ever after... *i think..*

tapi pengorbanannya gak segampang di cerita Snow White atau Cinderella kan??

No comments: